aturan mengubah kemungkaran

Jadi amar ma’ruf nahi munkar adalah sebuah amal shalih dalam Islam. Islam mendorong kita untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dalam keluarga, dalam lingkungan, dan dalam masyarakat yang kita tinggali. Tapi Islam juga menjelaskan tentang tata caranya.

Merubah kemungkaran yang diketahui

Kita dalam keseharian tentunya melihat kemungkaran-kemungkaran. Seorang muslim dituntut untuk mengubah kemungkaran itu. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan: “Barangsiapa di antara kalian yang melihat/mendengar/mengetahui kemungkaran, maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya.”

Potongan hadits yang pertama ini menunjukkan bahwasanya yang kita ubah adalah kemungkaran yang kita lihat langsung (tanpa harus mencari dan memata-matai). Jadi tidak boleh memata-matai rumah seseorang hanya demi untuk mendapatkan kemungkaran di rumah itu kemudian kita akan mengubah kemungkaran tersebut.

Kecuali kemungkaran yang memang direncanakan secara sembunyi-sembunyi yang kalau tidak kita antisipasi maka akan menimbulkan korban. Misalnya ada rencana pembunuhan atau pemerkosaan yang dilakukan oleh sekelompok orang. Jika diketahui bahwasanya ada rencana jahat seperti itu maka boleh bagi seorang pemimpin untuk memata-matai orang-orang seperti itu kemudian mengambil sikap antisipatif agar jangan sampai keburukan tersebut terjadi.

Siapa yang berhak merubah kemungkaran dengan tangan?

Para ulama sudah menjelaskan bahwa yang boleh mengubah kemungkaran dengan tangannya adalah para waliyyul amr/sultan/raja/presiden/pembantu sultan/pemimpin umat Islam dalam wilayah-wilayah umum.

Mereka adalah pemegang tampuk kekuasaan dalam sebuah masyarakat Islam. Sehingga mereka punya kewajiban untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, mengajak rakyat kepada kebaikan-kebaikan, kepada amal shalih, kepada ibadah, juga menghentikan kemungkaran dan maksiat yang ada di tengah-tengah mereka.

Maka tanggung jawab seorang pemimpin itu berat. mereka punya kewajiban untuk mencegah kemungkaran, juga mengingkari kemungkaran dan menghilangkan kemungkaran yang muncul di tengah-tengah rakyat.

Merekalah orang-orang yang punya kuasa, mereka yang punya angkatan perang dan senjata, mereka yang bisa menundukkan orang-orang yang bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di tengah-tengah masyarakat.

Jadi mengubah dengan tangan ini bukan wewenang setiap orang, tapi dia adalah wewenang pemerintah muslim ketika muncul kemungkaran-kemungkaran di tengah masyarakat. Karena ini sebuah kewajiban, maka mereka berdosa jika tidak melakukannya.

Jangan sampai umat Islam melakukan “main hakim sendiri”. Sehingga untuk menghindari itu maka pemerintah yang harus mengubah kemungkaran-kemungkaran dengan kekuasaan mereka.

Kekuasaan terbatas

Orang-orang yang memiliki kekuasaan terbatas atau wilayah khusus seperti seorang guru kepada murid-muridnya, pemimpin perusahaan kepada karyawannya, seorang ayah kepada istri dan anak-anaknya. Mereka berhak dan punya wewenang untuk mengubah kemungkaran di kantor, atau di rumah, atau di sekolah mereka. Mereka boleh merubah kemungkaran dengan tangan.

Misalnya seorang bapak menghukum anaknya, atau barangkali memecah alat yang digunakan untuk maksiat. Tentu ini dilakukan dalam lingkup yang mereka punya wewenang di sana.