Bacalah syarah hadits ini dengan seksama

Ini adalah hadits yang Hasan. Ada sebagian ulama yang melemahkannya, tapi An-Nawawi Rahimahullah menghukumi Hasan. Para ulama mengatakan bahwa apapun yang dikatakan oleh para ulama tentang kelemahannya, maka kandungan hadits ini didukung oleh ayat-ayat yang jelas dan tegas. Maka An-Nawawi Rahimahullah menyimpulkan bahwa haditsnya adalah Hasan.

Pengampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala ini karena keutamaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Pengampunan itu dengan tidak menghisab dari seorang hamba kesalahan yang terjadi karena tiga hal ini. Atau dengan mengampuni kesalahan yang terjadi karena tiga hal ini.

Ketidaksengajaan

Ketidaksengajaan adalah sesuatu yang terjadi karena tidak sengaja. Misalnya ketika ada seseorang yang ingin berburu, dia melepaskan panahnya ketika melihat binatang buruan, tapi kemudian ternyata tanpa disadari ada seorang muslim yang berada di dekat binatang buruan itu. Kemudian anak panah ini melesat dan membunuh muslim tersebut. Ini berarti adalah ketidaksengajaan.

Membunuh seorang muslim tentunya adalah sebuah dosa, bahkan dosa besar. Tapi kalau itu terjadi karena ketidaksengajaan, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni dosa tersebut.

Di antara contohnya adalah apa yang terjadi pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dimana ada seorang sahabat yang bernama Mu’awiyah bin Al-Hakam yang belum sampai kepada beliau wahyu berupa larangan untuk berbicara dalam shalat. Kemudian turun larangan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi umat Islam untuk berbicara dalam shalat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

“Dan berdirilah untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan khusyuk.” (QS. Al-Baqarah[2]: 238)

Ini adalah perintah untuk diam dalam shalat dan tidak berbicara. Tapi Mu’awiyah bin Al-Hakam tidak mengetahui turunnya ayat ini sehingga belum sampai kepada beliau wahyu ini. Setelah selesia shalat, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendatanginya kemudian mengatakan:

إن هذه الصلاة لا يَصلح فيها شيء من كلام الناس، إنما هو التَّسبيح والتَّكبير وقراءة القرآن

“Shalat ini tidak sah di dalamnya sesuatu dari pembicaraan manusia. Sesungguhnya yang ada dalam shalat ini hanyalah tasbih, takbir dan membaca Al-Qur’an.” (HR. Muslim)

Karena beliau tidak tahu maka beliau jatuh pada ketidaksengajaan, maka kesalahan seperti ini dimaafkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam hadits tidak disebutkan bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan Mu’awiyah bin Al-Hakam untuk mengulangi shalat.

Lupa

 Kesalahan yang terjadi karena lupa ini juga dimaafkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan di antara contohnya adalah kalau seseorang sedang shalat kemudian dia mendengar ada yang mengetuk pintu dan mengatakan Assalamualaikum. Dia lupa bahwasannya sedang dalam shalat, maka dia menjawab wa’alaikumussalam. Maka kesalahan seperti ini tidak membatalkan shalatnya, shalatnya tetap sah, kesalahan dia dimaafkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Juga kalau ada orang yang dalam keadaan lupa saat berpuasa, dia makan atau minum karena lupa.

Jadi dia sudah tahu hukumnya. Yang membedakan dengan yang pertama tadi (tidak sengaja) adalah tidak tahu hukum. Adapun lupa ini orangnya tahu hukum. Misalnya dia tahu bahwasanya berbicara dalam shalat tidak boleh tapi kemudian dia lupa sehingga mengucapkan wa’alaikumsalam ketika ada yang mengetuk pintu dan mengucapkan salam.

Dia tahu bahwasanya makan dalam puasa itu membatalkan puasa. Tapi dia lupa sehingga di tengah hari dia makan atau minum. Maka ini juga dimaafkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan puasanya tetap sah. Makanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memberi dia makan atau minum.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dipaksa

 Dipaksa yaitu ketika ada suatu ancaman yang mengancam seorang muslim. Kemudian akhirnya dia melakukan suatu kesalahan/diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tentunya yang memaksa ini benar-benar bisa untuk melakukan ancamannya.

Contohnya adalah orang yang sedang puasa, kemudian dia dipaksa untuk makan atau minum. Misalnya diancam akan dibunuh atau dilukai, atau orang tersebut yang memasukkan makanan ke mulut orang yang sedang berpuasa ini. Dalam kondisi seperti itu maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni kesalahan yang terjadi, dia tidak berdosa di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, puasanya tetap sah dan dia boleh melanjutkan puasanya.